
SAJAK.ID – Mahasiswa Unikarta, melalui Presiden BEM, M Ibnu Ridho, mendesak agar Pertamina Hulu Sanga-Sanga segera melakukan nasionalisasi pengelolaan sumber daya alam, khususnya dalam sektor minyak dan gas.
Desakan ini disuarakan menyusul dominasi perusahaan asing dalam kontrak kerja pengeboran migas di wilayah tersebut.
Menurut Ridho, nasionalisasi merupakan langkah yang tepat untuk memastikan sumber daya alam Indonesia terutama di Kukar dikelola demi kepentingan rakyat dan kemajuan ekonomi nasional.
“Sudah terlalu lama sumber daya alam kita di Kukar dikuasai asing. Kita harus mengambil alih kendali dan memberikan prioritas pada BUMN dan BUMD yang ada,” tegasnya.
Menurut Ridho, beberapa alasan utama di balik desakan ini adalah kemandirian energi, pengembangan SDM lokal, Penguatan infrastruktur serta transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan SDM.
Untuk merealisasikan tuntutan tersebut, puluhan masyarakat dan mahasiswa dari BEM Unikarta yang dipimpin oleh Ridho melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) Regional 3 Zona 9 di Balikpapan, Senin (6/1/2025) kemarin.
Aksi ini dipicu kabar bahwa pertamina hulu sanga sanga tidak memperpanjang kontrak rig yang berlabel badan usaha milik negara (BUMN), Salah satunya Adalah PT. Pertamina Drilling Service Indonesia ( PT. PDSI )
Padahal diketahui, keberadaan kontraktor rig (pengeboran minyak) dari BUMN, telah banyak memberikan manfaat terhadap masyarakat sekitar, termasuk dalam hal ketenaga kerjaan, dengan diberikannya kesempatan seluas luasnya kepada karyawan lokal untuk membangun jenjang karir dari posisi non skil sampai dengan capaian skil tertentu.
Selain itu, Perusahaan BUMN juga senantiasa memberikan kesempatan yang luas kepada vendor lokal untuk menjadi mitra bisnis RIG BUMN.
Kata Ridho, konteks ini tidak dapat dilihat pada Perusahaan RIG swasta dan RIG asing yang kecenderungannya justru menutup celah untuk berkarier atau bahkan tidak memberikan kontrak yang jelas terhadap karyawan, serta mengabaikan keberadaan vendor lokal untuk mendapatkan peluang sebagai mitra kerja langsung kepada RIG swasta maupun RIG asing.
Dia menyebutkan, vendor lokal, umumnya hanya diberi ruang menjadi subkontraktor di bawah kontraktor yang telah ditunjuk oleh RIG swasta dan RIG asing, meskipun vendor lokal juga memiliki kompetensi dan daya saing sebagai mitra bisnis mereka.
“Kita menilai kebijakan yang diambil oleh Pertamina Hulu Sanga Sanga, bertentangan dengan semangat Nasionalisasi pengelolaan Sumber Daya Alam yang selalu digaungkan oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto,” tegasnya.
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 40 diategaskan bahwa Kegiatan usaha hulu migas wajib memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan nasional, termasuk masyarakat setempat.
Kemudian dalam Pasal 41, ditegaskan bahwa, Pertamina memiliki Kewajiban melibatkan tenaga kerja lokal dan pemberdayaan masyarakat dalam wilayah kerja migas.
Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Pasal 79; ditegaskan bahwa, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), termasuk Pertamina, wajib Mengutamakan penggunaan barang dan jasa dalam negeri, termasuk dari pengusaha lokal.
Memberdayakan usaha kecil, koperasi, dan pengusaha daerah dalam pengadaan barang dan jasa, serta melibatkan masyarakat setempat dalam kegiatan operasional.
Kemudian, Permenaker No. 16 Tahun 2015, Pertamina diwajibkan memprioritaskan tenaga kerja lokal untuk mengisi posisi tertentu, terutama pada pekerjaan non-spesialis.
“Kegiatan operasional wajib mengutamakan masyarakat setempat untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan,” tuturnya.
“Amanat inilah yang menjadi landasan kuat bagi kami, untuk menyuarakan tuntutan secara lantang kepada pihak Pertamina Hulu Sanga Sanga untuk dilaksanakan,” sambung Ridho.
“Kita tidak menginginkan, semangat bangsa indonesia untuk mewujudkan nasionalisasi terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam bangsa Indonesia, dicederai oleh kepentingan oknum dan pihak pihak dalam tubuh Pertamina Hulu Sanga Sanga, yang mencari keuntungan pribadi dengan memberikan posisi dan kedudukan istimewa terhadap perusahaan asing maupun swasta yang dapat melemahkan ketahanan ekonomi nasional,” tegasnya lagi.
Jika PHSS Tidak segera memberikan respon dan atau menjalankan apa yang menjadi tuntutan dari Massa Aksi kemarin, maka gerakan yang sama akan terus dijalankan dengan gelombang aksi dan massa yang lebih besar.
Mereka juga berupaya untuk menyampaikan tuntutannya kepada menteri BUMN dan ESDM dab Bahkan Presiden Republik Indonesia, untuk mendapatkan perhatian khusus.
Ia juga menyoroti kekhawatiran status karyawan lokal, baik tetap maupun outsourcing, yang berpotensi berubah menjadi sistem panggilan atau on-call.
Ridho bilang sumber daya alam di Kukar sangat besar. Karena itu harus dikelola dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat lokal.
“Akan sangat menyedihkan jika Pertamina hanya fokus pada SDA tanpa mempertimbangkan dampaknya pada masyarakat setempat,” tuturnya.
PHSS diketahui beroperasi di beberapa kecamatan di Kukar, seperti Muara Badak, Marang Kayu, dan Sanga-Sanga. (*)